Di tengah malam gelap gulita Ketika puri Tegalrejo (kediaman Pangeran Diponegoro) dikepung oleh prajurit Belanda terdengar suara letupan senapan yang menggelegar sebagai peringatan agar pangeran Diponegoro segera keluar.
Dan tak ada satu cara kecuali harus meninggalkan puri Tegalrejo. Namun tembok dinding puri terlalu tinggi untuk dilompati kuda.
“Satu-satunya jalan kalau kita mau keluar tanpa melewati gerbang depan adalah melompati tanpa membawa kuda “ , kata Mangkubumi, paman Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro terdiam, berfikir dan berkata,”Bisa paman, pokoknya bisa, ayo kita keluar dari sini dengan berkuda”.
Paman pangeran Diponegoro hanya mengikuti keponakannya dan tidak bertanya. Prajurit pun sama bingungnya, bagaimana caranya melompati tembok setinggi tiga meter itu dengan membawa kuda.
Pangeran Diponegoro lalu berdiri tegap di depan dinding puri sebelah barat. Ia memejamkan mata, mengangkat kedua tangan sambil mengambil nafas. Ditahannya cukup lama, kedua tangan ia turunkan perlahan, ditarik ke belakang.
Dan dalam hitungan sepersekian detik, kedua tangan itu telah bergerak ke depan dengan cepat diikuti suara dari lisan pangeran, “Kun fayakun”!!!......
Dinding tebal itu jebol tanpa merusak bagian atas cukup untuk dilewati kuda beserta penunggangnya. Satu per satu Mereka keluar dari puri melewati dinding yang jebol itu. Pangeran Diponegoro adalah orang terakhir yang keluar melalui tembok yang jebol itu namun ia segera mengendalikan kuda Gentayu hingga berada paling depan dan melesat jauh menelusuri kegelapan beserta
beberapa punggawanya.
Di tengah tegalan, Pangeran Diponegoro beserta paman dan putranya berdiri mematung di atas pelana kuda mereka.
Matanya menatap tidak berkedip ke arah timur, pada warna kuning kemerahan yang membumbung ke atas di tengan gulita mencekam.
Asap tebal mengiringi bumbungan api disertai dentuman bedil dan meriam. Putra pangeran diponegoro meneteskan air mata melihat tempat tinggal leluhurnya itu hangus dilalap api.
Pangeran Diponegoro berkata kepada putranya, ‘SUDAHLAH NAK, KITA TERLAHIR TANPA MEMILIKI APA-APA. KEMARIN KITA MENDAPAT TITIPAN DARI GUSTI ALLAH BERUPA HARTA BENDA.
DAN SEKARANG, KITA KEMBALI TIDAK MEMILIKI APA-APA. TAPI, KITA MASIH MEMEILIKI IMAN DI DADA. KITA MEMILIKI GUSTI ALLAH YANG SELALU ADA BERSAMA KITA.”
Perjuangan Pangeran Diponegoro tidak pernah berhenti sekalipun tempat kediamannya telah dibumi hanguskan oleh Belanda. Pangeran Diponegoro terus berjuang mengobarkan perang sabil, jihad fi sabilillah melawan orang-orang kafir hingga akhir hayatnya.
Sumber : Abu Nawas Majdub